KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya
kepada penulis sehingga Karya Tulis yang berjudul “ Gerakan
Perlawanan Terhasap Jepang ” ini dapat tersusun.
Penulis menyadari bahwa
karya tulis ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik serta
saran yang membangun dari para pembaca akan penulis terima dengan senang hati
sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran bagi penulis agar kelak penulis dapat
membuat dengan lebih baik lagi.
Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan pada khususnya
pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Guna merangsang kepercayaan rakyat Indonesia,
Jepang membentuk Gerakan Tiga A (Nippon Cahaya Asia, Pelindung Asia, Pemimpin
Asia). Jepang berjanji, jika Perang Pasifik dimenangkan, bangsa-bangsa di Asia
akan mendapat kemerdekaannya. Selain itu, Jepang berjanji akan menciptakan
kemakmuran bersama di antara bangsa-bangsa Asia. Namun, dalam kenyataannya
perlakuan Jepang yang kejam menimbulkan perlawanan tokoh-tokoh nasionalis dan
rakyat Indonesia terhadap Jepang. Bentuk perlawanan terhadap Jepang ini
dilakukan dengan cara kooperatif, gerakan bawah tanah, dan angkat senjata.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perjuangan Kooperatif (Kerjasama)
Sejumlah tokoh nasionalis Indonesia banyak yang
menggunakan kesempatan pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Banyak di antara mereka yang menduduki jabatanjabatan penting dalam
lembaga-lembaga yang dibentuk Jepang. Misalnya, Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Ki
Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur menduduki pimpinan Pusat Tenaga Rakyat
(Putera). Mereka dikenal dengan sebutan “Empat Serangkai”. Putera merupakan
sebuah organisasi yang dibentuk Jepang pada Maret 1943, bertujuan menggerakan
rakyat Indonesia untuk mendukung peperangan Jepang menghadapi Sekutu.
Melalui Putera, para pemimpin Indonesia dapat
berhubungan dengan rakyat secara langsung, baik melalui rapat-rapat maupun
media massa milik Jepang. Tokoh-tokoh Putera memanfaatkan organisasi-organisasi
itu untuk menggembleng mental dan membangkitkan semangat nasionalisme serta
menumbuhkan rasa percaya diri serta harga diri sebagai bangsa.
Mereka selalu menekankan pentingnya persatuan,
pentingnya memupuk terusmenerus semangat cinta tanah air, dan harus lebih
memperhebat semangat antiimperialisme- kolonialisme. Organisasi Putera mendapat
sambutan yang hangat dari seluruh rakyat. Namun, karena Putera nyatanya
bermanfaat bagi bangsa Indoensia, pemerintah Jepang akhirnya membubarkannya
pada April 1944.
Selain melalui Putera, para pemimpin pergerakan
juga berjuang melalui Badan Pertimbangan Pusat atau Cou Sangi In yang
dibentuk Jepang pada 5 September 1943. Badan ini beranggotakan 43 orang dan
diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam sidangnya pada 20 Oktober 1943, Cuo
Sangi In menetapkan bahwa agar Jepang menang dalam perang, perlu
dikerahkan segala potensi dan produksi dari rakyat Indoensia.
Untuk melaksanakan ketetapan itu dibentuklah
berbagai kesatuan pemuda, sebagai wadah penggemblengan mental dan semangat
juang agar mereka menjadi tenaga-tenaga pejuang yang militan. Berbagai kesatuan
pemuda yang berhasil dibentuk antara lain: Seinendan (Barisan
Pemuda), Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), Seisyintai(Barisan
Pelopor), Gakutotai (Barisan Pelajar), dan Fujinkai (Barisan
Wanita).
Pada saat penggemblengan mental itulah Ir.
Soekarno selalu menyisipkan penanaman jiwa dan semangat nasionalisme,
pentingnya persatuan dan kesatuan serta keberanian berjuang dengan risiko apa
pun untuk menuju Indonesia merdeka. Dengan demikian, kebijakan pemerintah
Jepang dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh nasional untuk perjuangan. Para pemimpin
Indonesia memanfaatkan organisasi ini untuk memupuk rasa persatuan dan
kesatuan. Jelas sekali, para pemimpin Indonesia tidak bodoh untuk dibohongi
oleh Jepang.
2. Perjuangan Bawah Tanah
Perjuangan bawah tanah adalah perjuangan yang
dilakukan secara tertutup dan rahasia. Perjuang bawah tanah ini dilakukan oleh
para tokoh nasionalis yang bekerja pasa instansi-instansi pemerintahan buatan
Jepang. Jadi, di balik kepatuhannya terhadap Jepang, tersembunyi
kegiatan-kegiatan yang bertujuan menghimpun dan mempersatukan rakyat untuk
meneruskan perjuang untuk mecapai Indonesia merdeka.
Perjuangan bawah tanah ini tersebar di berbagai
tempat: Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, serta Medan. Di Jakarta terdapat
beberapa kelompok yang melakukan perjuangan model ini. Antara kelompok
perjuangan yang satu dengan kelompok perjuangan yang lain, selalu terjadi
kontak hubungan.
Kelompokkelompok perjuang tersebut, antara
lain:
a. Kelompok Sukarni
Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman
Hindia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, ia bekerja diSendenbu (Barisan
Propaganda Jepang) bersama-sama dengan Muhammad Yamin. Sukarni menghimpun
tokoh-tokoh pergerakan yang lain, antara lain: Adam Malik, Kusnaeni, Pandu
Wiguna, dan Maruto Nitimiharjo. Gerakan yang dilakukan kelompok
Sukarni adalah menyebarluaskan cita-cita kemerdekaan, menghimpun orangorang
yang berjiwa revolusioner, dan mengungkapkan kebohongan-kebohongan yang
dilakukan oleh Jepang.
Sebagai pegawai Sendenbu, Sukarni
bebas mengunjungi asrama Peta (Pembela Tanah Air) yang tersebar di seluruh
Jawa. Karena itu, Sukarni mengetahui seberapa besar kekuatan revolusioner yang
anti-Jepang. Untuk menutupi gerakannya, kelompok Sukarni mendirikan asrama
politik, yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” yang didukung Sendenbu.
Di dalam asrama ini terkumpul para tokoh pergerakan antara lain: Ir.
Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya yang
bertugas mendidik para pemuda tantang masalah politik dan pengetahuan umum.
b. Kelompok Ahmad Subarjo
Ahmad Subarjo pada masa
pendudukan Jepang menjabat sebagai Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu(Kantor
Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Ahmad Subarjo berusaha menghimpun
tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang bekerja dalam Angkatan Laut Jepang. Atas
dorongan dari kelompok Ahmad Subarjo, Angkatan Laut berhasil mendirikan asrama
pemuda yang bernama “Asrama Indonesia Merdeka”. Di asrama Indonesia
Merdeka inilah para pemimpin bangsa Indonesia memberikan pelajaran-pelajaran
guna menanamkan semangat nasionalisme kepada para pemuda Indonesia.
c. Kelompok Sutan Syahrir
Sutan Syahrir merupakan tokoh
besar pergerakan nasional, yang pada zaman Hindia Belanda tahun 1935 dibuang ke
Boven Digul di Irian Jaya, kemudian dipindahkan ke Banda Neira dan terakhir ke
Sukabumi. Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir berjuang diam-diam dengan cara
menghimpun teman-teman sekolahnya dulu dan rekan-rekan seorganisasi pada zaman
Hindia Belanda. Terbentuklah satu kelompok rahasia, Kelompok Syahrir.
Dalam perjuangannya, Syahrir juga menjalin
hubungan dengan pemimpin-pemimpin bangsa yang terpaksa bekerja sama dengan
Jepang. Di samping itu, hubungan kelompok Syahrir dengan kelompok perjuangan
yang lain berjalan cukup baik. Karena gerak langkah Syahrir dicurigai Jepang,
untuk menghilangkan kecurigaan pihak Jepang Syahrir bersedia memberi pelajaran
di Asrama Indonesia Merdeka milik Angkatan Laut Jepang (Kaigun), bersama
dengan Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subarjo, dan Iwa Kusumasumantri.
d. Kelompok Pemuda
Kelompok Pemuda pada masa Jepang mendapat perhatian
khusus dari pemerintah Jepang. Jepang berusaha memengaruhi para pemuda
Indoensia dengan propaganda yang menarik. Dengan demikian, nantinya para pemuda
Indonesia merupakan alat yang ampuh guna menjalankan kepentingan Jepang. Jepang
menanamkan pengaruhnya pada para pemuda Indonesia melalui kursus-kursus dan
lembaga-lembaga yang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda.
Jepang mendukung berdirinya kursus-kursus yang
diadakan dalam asrama-asrama, misalnya di Asrama Angkatan Baru Indonesia yang
terdapat Sendenbu dan Asrama Indonesia Merdeka yang didirikan
Angkatan Laut Jepang. Namun, pemuda Indonesia baik pelajar maupun mahasiswa
tidak gampang termakan oleh propaganda Jepang. Mereka menyadari bahwa
imperialisme yang dilakukan oleh Jepang pada hakikatnya sama dengan
imperialisme bangsa Barat.
Pada masa itu, di Jakarta terdapat 2 kelompok
pemuda yang aktif berjuang, yakni yang terhimpun dalam asrama Ika
Daikagu (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan kelompok pemuda yang terhimpun
dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Pelajar Indonesia (Baperpri). Kelompok
terpelajar tersebut mempunyai ikatan organisasi yang bernama Persatuan
Mahasiswa.
Organisasi ini merupakan wadah untuk menyusun
aksi-aksi terhadap penguasa Jepang dan menyusun pertemuan-pertemuan dengan para
pemimpin bangsa. Dalam perjuangannya, kelompok pemuda juga selalu berhubungan
dengan kelompok-kelompok yang lain, yaitu kelompok Sukarni, kelompok Ahmad
Subarjo, dan Kelompok Syahrir. Tokoh-tokoh Kelompok Pemuda yang terkenal antara
lain: Chaerul Saleh, Darwis. Johar Nur,Eri
Sadewo, E.A. Ratulangi, dan Syarif Thayeb.
3. Perlawanan Angkat Senjata
Perlakuan Jepang yang tak berperikemanusian
menimbulkan reaksi dan perlawanan dari rakyat Indonesia di berbagai wilayah.
Kebencian ini bertambah ketika di beberapa tempat, Jepang menghina aspek-aspek
keagamaan. Berikut ini beberapa perlawanan rakyat pada masa penjajahan Jepang.
a. Perlawanan di Cot Plieng, Aceh
Perlawanan di Aceh ini dipimpin oleh Tengku
Abdul Djalil, seorang ulama pemuda. Pada 10 November 1942, tentara Jepang
menyerang Cot Plieng pada saat rakyat sedang melaksanakan shalat subuh.
Penyerangan pagi buta ini akhirnya dapat digagalkan oleh rakyat dengan
menggunakan senjata kelewang, pedang, dan rencong.
Begitupun dengan dengan serangan kedua, tentara
Jepang berhasil dipukul mundur. Namun pada serangan yang ketiga, pasukan
Teungku Abdul Jalil dapat dikalahkan Jepang. Peperangan ini telah merenggut 90
tentara Jepang dan sekitar 3.000 masyarakat Cot Plieng.
b. Perlawanan di Tasikmalaya, Jawa Barat
Perlawanan di Singaparna, Tasikmalaya, ini
dipimpin oleh Kyai Haji Zaenal Mustofa. Perlawanan ini terkait
dengan tidak bersedianya K.H. Zaenal Mustofa untuk melakukan Seikeirei, memberikan
penghormatan kepada Kaisar Jepang. Dalam pandangan Zaenal Mustofa, membungkuk
seperti itu sama saja dengan memberikan penghormatan lebih kepada matahari,
sementara dalam hukum Islam hal tersebut terkarang karena dianggap menyekutukan
Tuhan.
Pemerintahan Jepang kemudian mengutus seseorang
untuk menangkapnya. Namun utusan tersebut tidak berhasil karena dihadang
rakyat. Dalam keadaan luka, perwakilan Jepang tersebut memberitahukan peristiwa
tersebut kepada pimpinannya di Tasiklamalaya. Karena tersinggung, Jepang pada
25 Februari 1944 menyerang Singaparna pada siang hari setelah shalat Jumat.
Dalam pertempuran tersebut Zaenal Mustofa berhasil ditangkap dan kemudian
diasingkan ke Jakarta hingga wafatnya. Jenazahnya dikuburkan di daerah Ancol,
dan kemudian dipindahkan ke Tasikmalaya.
c. Perlawanan Sejumlah Perwira Pembela Tanah
Air di Blitar, Buana dan Paudrah (Aceh), dan Cilacap
Perlawanan sejumlah perwira Pembela Tanah Air
(Peta) di Blitar terjadi pada 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Syudanco
Supriyadi. Ia adalah seorang syodanco (komandan peleton)
Peta. Perlawanan Supriyadi ini disebabkan karena tidak tahan lagi melihat
kesengsaraan rakyat yang mati karena romusha. Namun perlawanan
tersebut dapat diredam oleh Jepang.
Perlawanan ini tampaknya tidak direncanakan
dengan matang sehingga mudah untuk digagalkan. Akhirnya para anggota Peta yang
terrlibat perlawanan diadili di Mahkamah Militer Jepang. Orang yang berhasil
membunuh Jepang langsung dijatuhi hukuman mati, antara lain: dr.
Ismangil, Muradi, Suparyono, Halir
Mangkudidjaya,Sunanto, dan Sudarmo.
Dalam persidangan tersebut, Supriyadi sendiri
sebagai pemimpin perlawanan tidak diikutsertakan. Beberapa pihak mengatakan
bahwa Supriyadi sesungguhnya sudah ditangkap dan dibunuh secara diam-diam, ada
pula pihak yang percaya bahwa Supriyadi mokswa alias menghilangkan
diri tanpa jejak Selain di Blitar, perlawanan pemuda Peta juga meletus di dua
daerah di Aceh, yaitu Buana dan Paudrah.
Pemimpinnya adalah Guguyun Teuku
Hamid; ia bersama 20 peleton pasukan melarikan diri dari asrama pada
November 1944 untuk merencanakan pemberontakan. Namun Jepang berhasil mengancam
keluarga Teuku Hamid sehingga Teuku Hamid kembali lagi. Tampaknya rencana
perlawanan Teuku Hamid menambah simpati dan semangat masyarakat sehingga
kemudian muncul kembali perlawanan.
Lahirlah perlawanan Padrah di daerah Bireun,
Aceh Utara, yang dipimpin oleh seorang kepala kampung yang dibantu oleh
regu Guguyun. Perlawanan tersebut menelan banyak korban dari pihak
Aceh karena semua yang tertawan akhirnya dibunuh oleh Jepang.
Di Gumilir, Cilacap perlawanan dipimpin oleh
seorang komandan regu bernama Khusaeri. Serangan pertama tentara
Jepang terdesak, namun setelah bala bantuan datang Khusaeri mampu dikalahkan.
Di Pangalengan, Jawa Barat, pun meletus perlawanan dari para personil Peta yang
juga dapat dilumpuhkan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian
dalam makalah ini maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan yaitu :
1.
Tujuan Jepang dating ke Indonesia adalah untuk
mendapatkan dukungan dan memanfaatkan Indonesia dalam menghadapi sekutu.
2.
Jepang membentuk BPUPKI dan PPKI sebagai
realisasi janjinya pada Indonesia.
3.
Indonesia melalui PPKI membentuk sebuah
pemerintah sementara dengan Soekarno sebagai presiden dan Hatta sebagai wakil
presidennya.
B. Saran
Dari makalah ini
pembaca telah mengetahui tentang betapa berat perjuangan bangsa Indonesia dalam
mendapat kemerdekaan, jadi sebagai generasi penerus bangsa kita harus
menghargai perjuangan pahlawan kita yang dengan susah payah merebut kemerdekaan
dari penjajah.
No comments:
Post a Comment